Rangkuman singkat oleh Gabriel Paskalis Puma
Pengantar Hukum Indonesia - edisi revisi
R. Abdoel Djamali, S.H.
PT. RajaGrafindo Persada,2008
ISBN 979-421-257-1
Bab 1 Pendahuluan
Setiap manusia ingin memenuhi kebutuhan hidupnya, kalau dimana ketika ada dua manusia atau lebih menginginkan satu objek, maka akan terjadi perselisihan juga kalau dalam suatu hubungan antara manusia tidak memahami adanya hak dan kewajiban.
Hal itu terjadi karena manusia ingin bebas, kebebasan tidak akan selalu membawa kebaikan, apalagi kalau kebebasan tingkah laku seseorang tidak dapat diterima oleh kelompok sosialnya. Oleh karena itu untuk menciptakan keteraturan dalam suatu kelompok diperlukan ketentuan-ketentuan, ketentuan tersebut berasal dari dasar kesadaran dan disebut sebagai hukum, dengan berdasarkan pada pengukuran baik tentang tingkah laku manusia dalam pengaulan hidupnya.
Ketentuan tingkah laku manusia bermacam-macam corak , tergantung dari berat ringannya reaksi yang diberikan, dan lahirlah kesopanan, kesusilaan, dan hukum, dengan sanksi yang berat hingga dikucilkan dari masyarakat.
Hukum menjaga keutuhan hidup agar terwujud suatu keseimbangan psikis dan fisik dalam kehidupan, terutama kehidupan kelompok sosial yang merasakan tekanan atau ketidaktepatan ikatan sosial.
Hukum juga menjaga supaya selalu terwujud keadilan dalam kehidupan sosial, Hukum sebagai norma yang memiliki ciri kekhususan, yaitu hendak melindungi, mengatur, dan memberikan keseimbangan dalam menjaga kepentingan umum.
Aturan yang berlaku disebut Hukum Positif, Hukum Positif adalah yang sering disebut Ius Constitutum ialah ketentuan hukum yang berlaku pada suatu saat, waktu, dan tempat tertentu. Hukum sesuai dengan kebutuhannya selalu berubah sesuai dengan keinginan masyarakat sehingga diperlukan aturan-aturan hukum baru yang sejenis.
Aturan hukum yang baru ini walaupun belum ditetapkan dinamakan Hukum yang direncanakan Ius Constituendum.
Peraturan hukum yang berlaku pada suatu wilayah ketentuannya tidak terpisah-pisah, disusun secara teratur dengan tatanan tertentu merupakan satu tatanan yang dimaksud sebagai sistem hukum. Sampai saat ini ada 4 tatanan sistem hukum yang digunakan sehari-hari yaitu Sistem Hukum Eropa Kontinental, Anglo Amerika, Islam, dan Adat. Sistem itu digunakan oleh negara menurut keperluan hukum negara dan disesuaikan tujuan bernegara.
Indonesia sendiri memiliki sejarah dalam hukum yang berlaku, perkembangan hukumnyapun sesuai dengan perkembangan bangsa, Indonesia menganut sistem hukum tertentu untuk memelihara tata tertib demi keadilan bernegara.
Bab II Hukum dalam Arti Tata Hukum
A. Pengertian Tata Hukum
Tata Hukum berasal dari kata belanda yaitu “Recht Orde” yaitu susunan hukum, artinya memberikan tempat yang sebenarnya kepada hukum, yang dimaksud dengan “memberikan tempat yang sebenarnya” yaitu menyusun dengan baik dan tertib aturan-aturan hukum dalam kehidupan.
Adanya Recht (Hukum) yang pernah berlaku dan tetap, sehingga ada aturan hukum positif, dan hukum positif terus berkembang, dengan mengarahkan yang sudah ada secara tetap Ius Constitutum menjadi Ius Constituendum menjadi Ius Constitutum . sehingga akan terus berubah menurut kebutuhan dan keinginan masyarakat.
B. Sejarah Tata Hukum
Jika kita mencoba memahami tata hukum di Indonesia akan berkaitan dengan sejarah hukum di Indonesia, kita harus melihat kembali sejarah dengan sumber-sumber berdasar hukum.
Untuk mendefinisikan sejarah, dalam Bahasa Latin disebut “Historis”, dalam Bahasa Jerman di sebut “Geschichte” berasal dari Geschehen yang berarti “Sesuatu yang terjadi”, dalam Bahasa Indonesia, sejarah merupakan suatu cerita dari kejadian masa lalu yang dikenal dengan legenda, babad, hikayat, yang kebenarannya belum tentu dapat dibuktikan, Sejarah juga dapat berarti pengungkapan kejadian-kejadian dimasa lalu, sebagai ilmu sosial, sejarah meneliti tentang pengalaman manusia dengan usaha mengungkapkan kebenarannya tentang manusia dan masyarakat. Namun bagaimanapun pendefinisiannya kita tidak boleh melupakan unsur-unsur: Pencatatan, Kejadian Penting Masa Lalu, Kebenaran Nyata.
Hukum yang merupakan ilmu yang memegang peranan penting untuk membatasi tingkah laku manusia, sehingga dapat dilihat dari sejarahnya.
Karena Masyarakat Indonesia adalah Masyarakat yang luhur dan memiliki kearifan yang besar, oleh karena itu sejarah perkembangan manusia di Indonesia sudah ada lama sebelum penjajahan, adanya kerajaan-kerajaan yang besar dizaman tersebut antara lain seperti sriwijaya, majapahit, mataram, dan sebagainya.
Penjelasannya akan dimulai dari zaman kedatangan belanda sejak abad XVII sampai XX, dengan Penjajahan, dan juga diselingi oleh penjajahan oleh orang inggris dan terakhir jepang.
1. Zaman Penjajahan Belanda
a. Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) 1602-1799
VOC didirikan agar tidak ada persaingan antar pedagang yang membeli rempah-rempah dengan orang pribumi, sebagai Kompeni dagang dari belanda, pemerintah belanda memberikan hak istimewa (octorooi) seperti hak monopoli pelayaran dan pedagangan, hak membentuk angkatan perang, hak membangun benteng, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian, dan hak mencetak uang.
Dengan Hak tersebut VOC meluaskan sayapnya dengan membentuk wilayah jajahan, dan memaksakan hukumnya ditanah jajahan, disaat itu sebelum ada hukum khusus ada hukum yang dijalankan pada kapal-kapal dagang yaitu hukum belanda kuno dengan asas hukum romawi, yang sebagian besar merupakan hukum disiplin.
Pada 1610, Gubernur Jenderal Pieter Both, menyelesaikan perkara istimewa dari daerah jajahan yang disesuaikan dengan kebutuhan VOC untuk memutuskan hukuman perdata dan pidana, peraturan tersebut dibuat berdampingan dengan Direksi VOC di Belanda dengan “Heeren Zeventien”.
Sejak itu dibuatlah plakat-plakat hukum yang berkerja di daerah jajahan, dan diumumkan kepublik, namun tidak terlalu dihiraukan dan sudah tidak jelas berapa banyak plakat yang dikeluarkan, kemudian pada tahun 1635 ada perintah untuk mengumpulkan semua plakat, plakat yang masih berlaku disusun secara sistematis, dan diberikan nama “statuta van Batavia” dan selesai pada tahun 1766 dengan nama “Nieuw Bataviase Statuten”.
Statuta tersebut berlaku didaerah jajahan berdampingna dengan orang pribumi dan pendatang, dan ketika diteliti ternyata hanya berisi hukum nikah dan waris.
Masa penjajahan VOC dibubarkan oleh pemerintah belanda pada tanggal 31 Desember 1799, hal ini dikarenakan banyak menanggung hutang, tidak ada aturan yang berlaku, kecuali yang dimaksudkan tadi.
b. Penjajahan Pemerintahan Belanda 1800 – 1942
Sejak tanggal 1 Januari 1800 daerah kekuasaan VOC diambil alih oleh Pemerintahan Belanda, yang awalnya bernama Bataafsche Republiek yang kemudian diubah menjadi Koninklijk Holand. Raja Belanda menunjuk Daendles sebagai gubernur jenderal untuk di tanah jajahan, dan dalam kemimpinannnya timbul banyak korban yaitu pekerjaan rodi contohnya yang terkenal adalah Anyer hingga panarukan, Sumedang hingga bandung, dan Pangkalan Angkatan Laut Banten.
Daendles membagi pulau jawa menjadi 9 keresidenan (prefektur), Bupati diangkat sebagai pegawai pemerintahan belanda dan menerima gaji dengan pengambilan pajak, banyak tanah pemerintah dijual pada partikelir.
Daendles menerapkan hukum eropa ditanah jajahannya. Namun dalam penerapannya hukum pribumi tetap berlaku, dengan syarat tidak bertentangan dengan dasar hukum dari keadilan dan kepatutan demi keamanan umum.
C. Masa Penjajahan Inggris 1811
Daendles digantikan dengan Jansens, dengan dikuasai oleh inggris, pemerintah Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles menjadi Letnan Gubernur.
Raffles memerintah diubah menjadi 19 dan kekuasaan bupati dikurangi. Seluruh rakyat dibebani Land Rente (pajak bumi). Dalam hukum Raffles mengutamakan susunan pengadilan, susunan pengadilan disesuaikan dengan pengadilan di India seperti dibawah ini:
1. Division Court
Terdiri dari Pegawai Pribumi, Yaitu Wedana atau Demang dan pegawai bawahannya, Mereka mengadili perkara pelanggaran kecil dan sipil dengan pembatasan sampai 20 ropyen, naik banding ke Bopati Court.
2. Distric Court / Bopati’s Court
Terdiri dari Bopati sebagai ketua, penghulu, jaksa, dan beberapa pegawai bumiputra dibawah bupati, menangani perkara sipil, memebrikan keputusan bupati meminta pendapat jaksa dan penghulu, dan jika tidak ada kesesuaian pendapat, naik ke Residen Court.
3. Resident’s Court
Tediri dari residen, para bupati, hooft jaksa dan hooft penghulu, wewenangnya mengadili perkara pidana dengan ancaman bukan hukuman mati dengan perkara yang melebihi 50 Ropyen.
4. Court of Circuit
Terdiri dari seorang ketua dan anggota, bertugas sebagai pegadilan keliling dengan ancaman hukuman mati, yang ada didalamnya 5-9 orang bumiputera.
Rafles tidak mengubah hukum yang ada dikarenakan ia beranggapan hukum bumiputera identic dengan hukum islam, dan ia tetap memberlakukan hukum dalam pengadilan, namun walaupun demikian hukum bumiputera masih lebih rendah daripada hukum eropa.
Setelah Inggris menyerahan Nusantara kepada belanda pada tahun 1816 sebagai hasil konvensi London 1814, tata pemerintahan mulai diatur dengan baik.
D. Penjajahan Belanda II 1814-1942
Sejak saat iu sejarah perundang-undangan membagi tiga masa perundang-undangan yang berjalan seperti berikut:
1) Masa Belsuiten Regerings 1814-1855
Raja dijelaskan punya kedaulatan, secara mutlak memiliki kuasa tertinggi dari daerah jajahan, dan harta milik negara dan bagian-bagian lain”, Monarki Konstitusional, dan mengeluarkan peraturan yang bersifat umum dengan sebutan “Algemene Verordening (peraturan pusat)” dinamakan juga koninklijk Belsuit (Belsuit Raja), misalnya adalah pengangkatan gubernur jenderal
Raja mengangkat komisaris jendral, mereka tidak mengetahui secara menyeluruh hukum yang berlaku, sehingga mereka tetap menjalankan hukum yang dikeluarkan oleh inggris dan tetap menetapkan hukum VOC
Kekosongan Kas dari negara belanda dikarenakan ada di kedudukan prancis pada 1810-1814 diisi dengan melaksanakan politik agrarian tahun 1826, dengan memperkerjakan para terhukum bumiputera dengan “dwangsarbeid (kerja paksa)
Para terhukum dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
Golongan yang dihukum kerja rantai (kettingarbeid), ditempatkan pada suatu tuchtplaats dan akan dipekerjakan pada openbare werker di Batavia dan Surabaya
Golongan yang dihukum kerja paksa, terdiri dari pekerja paksa diupah dan tidak diupah, ditempatkan pada suatu werkplaats dan akan dipekerjakan pada landbouwetablissementen yang dibuat oleh pemerintah.
Kerja paksa dan kerja rantai pun dibagi menjadi beberapa jenis hukuman:
Kerja Rantai dengan pembuangan keluar jawa dan Madura, ketempat yang ditunjuk pemerintah
kerja rantai dipulau jawa ditempat yang ditunjuk oleh pemerintah
Kerja paksa yang tidak dirantai, diberi upah atau tidak dengan pembuangan keluar jawa dan Madura ditempat yang ditentukan pemerintah.
Kerja Paksa tidak dirantai, diberi upah atau tidak ditempat tertentu dipulau jawa yang ditunjuk oleh pemerintah
Pembuangan Ke luar jawa dan Madura sebagai hukuman bagi bangsawan pribumi.
Politik agraria ini tetap dipertahankan oleh Gubernur Jenderal Van den Bosch untuk melaksanakan Cultur Stelsel pada tahun 1830.
Belanda mulai merancang Kodifikasi dari hukum perdata nasional yang akan ditetapkan pada 1830, akan tetapi terjadinya pemberontakan di daerah selatan belanda, menamakan dirinya kerajaan belgia, sehingga mundurnya jadwal dan ditetapkan pada 1838.
Didaerah Jajahan, hindia belanda dikehendaki pula adanya kodifikasi yang diberlakukan bagi orang belanda sesuai dengan keadaan daerah jajahan pada 1839, dibentuklah komisi undang-undang untuk Hindia Belanda, dan menghasilkan beberapa peraturan:
Reglement of de Rectherlijke Organisatie (RO) atau Peraturan Organisasi Pengadilan (POP)
Algemene Bapalingen van Wetgeving (AB) atau ketentuan umum tentang perundang-undangan
Burgerljik Wetbok (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Sipil
Wetbook van Koophandel (WvK) atau Kitab Undang-Undang Hukum dagang
Reglement op de burgerlijke Rechtvordering (RV) atau peraturan tentang Acara Perdata
Semua peraturan diberlakukan di Hindia Belanda sejak 1 Mei 1848
Pembentukan kodifikasi adalah merupakan Politik Hukum Suatu Negara, dilaksanakan melalu 2 cara yaitu
1. Tertulis, aturan hukum yang ditulisterakan dalam suatu undang-undang dan berlaku sebagai hukum positif dalam bentuk ini ada 2 macam jalan
a. Kodifikasi, menyusun ketentuan-ketentuan dalam sebuah kitab yang secara sistematis teratur
b. Tidak di Kodifikasi, hanya sebagai undang-undang saja
2. Tidak tertulis, yaitu aturan hukum yang berlaku sebagai hukum yang semula merupakan kebiasaan
Corak Hukumm dapat ditempuh dengan cara berikut ini:
1. Unifikasi, berlaku bagi satu kelompok
2. Dualistis, berlaku bagi dua kelompok
3. Pruralistis, berlaku bagi bermacam-macam kelompok
Pemerintahan belanda mengunakan politik hukum yang tidak begitu jelas semulanya, bahwa ketika di tanah jajahan, orang belanda memiliki hukum perdata eropa, dan yang lainnya selain warga eropa mengunakan hukum adat.
Politik hukum dalam bentuk tertulis dan terkodifikasi adalahan untuk orang golongan eropa, dan hukum yang tak terkodifikasi atau tak tertulis adalah hukum adat yang berlaku bagi orang luar golongan eropa.
Dan pembagian ini, menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaannya, hal ini dikarenakan tidak ada penjelas yang berbeda mengenai siapa golongan eropa dan siapa golongan luar eropa, lalu secara sederhana diambil bahwa orang Kristen dapat disamakan dengan golongan eropa sedangkan orang yang tidak beragama Kristen disamakan kedudukannya dengan Bumiputra.
Kemudian berubah lagi dikarenakan munculnya ketidakjelasan dan pada 1848 gubernur jenderal mengambil keputusan bahwa orang pribumi Kristen tidak dapat dipersamakan dengan orang eropa, dan termasuk bumiputera.
Hingga ada 2 pengadilan yaitu bagi orang golongan eropa dan luar eropa
2) Masa Regerings Reglement 1855-1926
Pada tahun 1848, terjadinya pertentangan de Staten General (Parlemen) dengan Raja, dan berakhir pada kemenangan parlemen, kemenangan tersebut mengubah sistem pelaksanaan pemerintahan dari monarki konstitusional menjadi Monarki konstitusional parlementer, adanya perubahan Groundwet tersebut mengakibatkan pula terjadinya perubahan terhadap pemerintahan dan perundang-undangan jajahan belanda di Hindia belanda.
Dibentuklah undang-undang yang dibuat oleh Raja bersama dengan Parlemennya, dibentuklah kepentingan daerah jajahan, sehingga terbentuklah Regerings Reglement (RR) mulai diberlakukan pada tahun 1855. Dan dianggap sebagai Undang-Undang Dasar Pemerintah Jajahan Belanda.
Politik Hukum Pemerintah Jajahan berubah menjadi “Yang Menjajah” dan “Yang dijajah”. Golongannya dibagi menjadi 3 jenis, yaitu Eropa, Indonesia, Timur Asing.
Dan dibentuknya Kitab Hukum Pidana, diberlakukan bagi Orang Eropa dan Ornag bukan Eropa, adanya “Politie Strafrelement” bagi orang bukan eropa” dan di Hindia belanda diberlakukan “Wetboek van Strafrecht” dalam kodifikasi yang berlaku pada semua golongan.
3) Masa Indische Staatregeling 1926-1942
Di Masa ini adanya “Volksraad”, sebagai hasil perjuangan bangsa Indonesia untuk menentukan nasib rakyatnya, yang semula hanya menjadi penasihat menjadi penentu dan pembuat undang undang pada tahun 1918, dan berencana untuk mengubah RR yang telah dijalankan sebelumnya, rencana ini baru terlaksana ketik 1922 adanya perubahan mengenai daerah jajahan dalam Grondwet belanda karena masih tertulis dibawah kekuasaan raja.
Di masa ini semakin diperjelas siapa golongan Eropa, Indonesia, dan timur asing, dengan ukuran-ukuran yang telah ditentukan. Dan dilaksanakan hukum sesuai dengan golongannya masing-masing, Yaitu Hukum perdata dan Hukum Pidana material, dan Hukum acara.
Pada tahun 1917, karena ada hasrat Zending belanda untuk memperbaiki kehidupan golongan Bumiputra yang Kristen, dikeluarkan peraturan untuk tunduk secara sukarela kepada hukum eropa, dan untuk menjalankannya melakukan penyampaian kemauannya secara pribadi ke pemerintahan setempat.
2. Zaman Penjajahan Jepang
Pada bulan Maret 1942, jepang menduduki Hindia Belanda, Pemerintahan Jepang diIndonesia dilakukan oleh dua kekuasaan, yaitu;
1. Indonesia Timur di bawah pemerintahan Angkatan Laut berkedudukan di Makassar
2. Indonesia Barat di bawah pemerintahan Angkatan Darat berkedudukan di Jakarta
Untuk melaksanakan pemerintahan, Jepang mengunakan undang-undang yang disebut Gunseirei, setiap peraturan yang ada di pemerintahan di Jawa dan Madura dibuat oleh Osamu Seirei yang berlaku secara umum, mengatur hal yang diperlukan untuk melaksanakan pemerintahan, dan peraturan pelaksananya yang berupa Osamu Kanrei, isinya untuk menjaga ketertiban umum, diluar jawa ada Tomi Kanrei yang sejenis dengan Osami Seirei, tetapi lebih tepat disebut undang-undang darurat.
Tiap-tiap daerah kemudian membuat dan melaksanakn peraturan daerah yang hanya berlaku untuk kepentingan dan keamanan daerah itu sendiri, kemudian dibentuklah “Tomi Seirei”
Pemerintah Balatentara Jepang, menyatakan Semua bentuk badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan berlaku dahulu, tetap terlaksana asal tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer, namun bentuk pengadilannya dihapus dan dibangun lembaga pengadilan baru berdasarkan Gunseirei tahun 1942
Tihoo Hooin, pengadilan negeri
Keizai Hooin, pengadilan polisi
Ken Hooin, pengadilan kabupaten
Gun Hooin, pengadilan kewedanaan
Kaikyoo Kootoo Hooin. Mahkamah Islam Tinggi
Sooyoo Hooin, Rapat Agama
Gunsei Kensatu Kyoko, pengadilan Tinggi Negeri
Semua aturan hukum dan proses peradilannya selama zaman penjajahan jepang berlaku sampai Indonesia Merdeka.
Indonesia Merdeka
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan sebagai Bangsa yang merdeka, pada tanggal 18 Agustus 1945 berlaku undang-undang dasar yang supel dan elastis, untuk menunjukan kemerdekaannya , mulailah dilaksanakan hasil perjuangan kemerdekaan bangsa tersebut dengan tata susunan kenegaraan yang berpedoman pada undang-undang dasar, terjalankannnyalah Undang-Undang Dasar 1945 dengan 37 Pasal yang telah disusun untuk menghindarkan kekosongan kekuasaan.
Hingga sekarang beberapa peraturan dari penjajahan yang masih relevan masih dipergunakan hingga sekarang, dengan alasan terhindar dari kekosongan hukum, dan pemerintah terus berupaya mewujudkan hukum negara yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Comments