Rangkuman dari Buku Imajinasi Sosiologi : Pembangunan Sosietal oleh Gabriel Paskalis Puma
Konsep pembangunan (development) dipopulerkan ketika Amerika Serikat yang mencanangkan Marshal Plan untuk membangun kembali dunia dari kehancuran akibat Perang Dunia II, yang menjadi langkah penting bagi negara dunia ketiga untuk mencapai modernisasi seperti negara barat.
Akar filosofis dari development adalah the ideology of progress yang menginginkan perkembangan tanpa batas.
Janji pembangunan adalah membawa dunia kepada masyarakat industri dan mencapai post-industrial societies yang memiliki perpetual wellbeing.
Secara sederhana pembangunan dapat didefinisikan sebagai suatu "perubahan yang direncanakan (planned changed)". Dari sebuah definisi, hasil dari perencanaan ini membuat pembangunan bersifat teknokratis dan efisien sehingga membenarkan teori trickling-down effect (menetes ke bawah), yang mengakibatkan pembangunan ditekankan ke wilayah yang mampu untuk mengembangkannya dan akan memberikan pengaruh kewilayah lain.
Namun keadaan yang terjadi adalah adanya monopoli untuk meningkatkan kelompoknya sendiri, LSM berbagai negara selalu mengatakan bahwa kekayaan dunia hanya menguntungkan 1% umat manusia, David Korten mengatakan bahwa pembangunan menciptakan 3 krisis besar dan mendasar, yaitu kemiskinan, kekerasan, serta kerusakan lingkungan hidup. kemiskinan contohnya adalah terpisahnya masyarakat kita menjadi 2 bagian dalam akses informasi, mereka yang mendapatkan akses dan mereka yang tidak, kekerasan terjadi dalam sejarah manusia dikarenakan perebutan sumber-sumber, dan kerusakan alam yang tidak memberikan manfaat yang merata.
Paradigma pembangunan yang selalu berorientasi pertumbuhan ini salah. karena memiliki sifat dan pendekatan keliru. bila pembangunan hanya menitikberatkan pada perjuangan untuk terjadinya pertumbuhan kepemilikan benda atau materi, maka pembangunan akan bersifat reduksionistik. artinya, makna dari pembangunan yang sangat luas, yaitu membangun kemanusiaan secara luas dan mendasar direduksi sedemikian rupa hanya mengutamakan pada pembangunan materi saja. mengambarkan manusia adalah mahluk yang hanya membutuhkan materi saja, dan akan statis dikarenakan pembangunan hanya dibentuk oleh para teknokrat dan diputuskan oleh pemerintah menjadi satu arah saja.
Perlu diingat bahwa kesalahan arah pembangunan yang terjadi bukanlah karena kesalahan pembangunan ekonomi, namun yang salah adalah ideologinya, yang melupakan pembangunan kualitas kehidupan sosial budaya, ideologi yang baru adalah ideologi yang hadir untuk memberdayakan dan menyeimbangkan aspek material dan ekonomis dengan aspek sosial budaya.
Lalu apa yang dapat dilakukan oleh pemikiran sosial budaya untuk berpartisipasi dalam menyeimbangkan kembali kepincangan-kepincangan yang ada? peran yang dapat dilakukan ilmu sosial sejauh ini adalah mengevaluasi proyek pembangunan. peran ini tampak penting tapi tugas tersebut hanya menilai bagaimana dampak sosial dari proyek-proyek yang ada, ilmu tidak hanya menilai bagaimana dampak sosial dari proyek-proyek pembangunan. Para ahli ilmu sosial mendesak agar peran ilmu sosial tidak hanya analitical-evaluative, tetapi harus lebih prespective, bahkan mengubah pendekatannya dari sekadar the enlightment model menjadi the engineering model.
Pembangunan sosietal bertujuan untuk menyeimbangkan arah pembangunan yang semakin materialistis pada kualitas kehidupan sosial budaya manusia secara sistemik-holistik. tujuannya agar ketimpangan dan kemiskinan bisa segera diperbaiki, memperjuangkan agar pembangunan yang didominasi oleh sektor ekonomi bisa berkompromi pada kebutuhan-kebutuhan hakiki dari kehidupan sosial manusia, karena itu pembangunan sosietal memperhatikan pula cara bagaimana pembangunan itu dilaksanakan, sifatnya pembangunan tidak boleh bersifat deterministik, tetapi harus membuka kesempatan bagi negosiasi publik.
Maka dalam rangka pembangunan sosial harus menciptakan public sphere tempat warga masyarakat dapat mengekspresikan kepentingan, aspirasi, dan kebutuhan mereka. organisasi didalam masyarakat yang benar berbasis pada masyarakat perlu memperoleh tempat dalam proses perencanaan (pengembangan sociability) atau kemampuan warga untuk mengenal masyarakatnya, mengetahui apa yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
Oleh karena itu, keputusan pembangunan harus bersifat dialogis dan negotiable (Social Order is a Negotiated Order). mengingat hal itu, pembangunan sosial menolak pendekatan fungsionalisme yang cenderung mempertahankan status quo, tetapi juga menolak aliran konflik strukturalis yang hanya melihat konflik revolusioner sebagai salah satunya cara untuk membebaskan manusia dari struktur yang menindas.
Opmerkingen