Rangkuman dari Buku Imajinasi Sosiologi : Pembangunan Sosietal oleh Gabriel Paskalis Puma
PERSPEKTIF STRUKTURAL FUNGSIONAL
Perspektif ini diperkenalkan oleh tokoh-tokoh utama dalam sosiologi, seperti August Comte (1898), Herbert Spencer (1898), Talcott Parsons (1937), Kingsley Davis (1937), Robert K. Merton (1957). dan lain-lain.
Perspektif ini percaya bahwa tujuan untuk analisis, masyarakat dapat dianalogikan sebagai organisme biologis. dilatar belakangi oleh pandangan masyarakat merupakan suatu sistem yang unsur-unsurnya saling terikat dalam suatu pola keteraturan tertentu (struktur sosial), dan memiliki fungsi khas dan saling bergantung secara fungsional satu sama lain.
Setiap unsur berfungsi bukan demi kepentingan sendiri, melainkan demi kelangsungan hidup sistem. sebagai bagian dari sistem terdiri dari sub-sistem yang dapat dianalogikan sebagai kaki dan tangan, misalnya lembaga politik, ekonomi, keluarga, dan sebagainya yang memiliki fungsi yang khas bagi kelangsungan hidup masyarakat
Aliran pemikiran ini mengajukan seperangkat asumsi sebagai berikut:
Masyarakat merupakan jaringan yang terorganisasi dan didasarkan pada seperangkat peraturan dan nilai yang disepakati bersama.
Hubungan dalam masyarakat menciptakan keteraturan yang kuat, sehingga perubahan dalam masyarakat lebih bersifat evolusioner
Suatu sistem selalu berusaha untuk mempertahankan stabilitas, gejolak seperti social disorder, diorganisation, atau disintegration dapat terjadi, namun akan diciptakan keseimbangan baru
Setiap unsur yang ada didalam sistem sosial selalu memiliki fungsi berguna bagi unsur lainnya, jika tidak dipergunakan maka akan hilang, namun akan sulit untuk menghilangkan unsur unsur yang tidak bermoral sedangkan tetap memiliki fungsi
Perubahan sosial yang berfungsi untuk sistem disebut Fungsional sedangkan perubahan sosial yang menganggu keseimbangan disebut disfungsional.
Tugas sosiologi adalah menjelaskan keterikatan atau hubungan fungsional antara suatu gejala atau suatu unsur dalam masyarakat dengan unsur lainnya secara sistemik, dengan cara ini kita dapat melihat dampak jika suatu unsur ditambahkan atau dihilangkan.
Pendekatan ini dikritik karena cenderung mengutamakan kepentingan sistem dan mengabaikan kepentingan subsistem, sebaliknya golongan mapan atau berkuasa cenderung menyukai ini karena mempertahankan kemapannannya, dan tidak bersifat revolusioner, perspektif ini melahirkan pemikiran modernisasi.
ALIRAN MODERNISME
Aliran modernisasi berkembang setelah PD II pada dekade 1950-an, yang memiliki ciri-ciri dasar antara lain : sumber perubahan adalah dari dalam atau dari budaya masyarakat itu sendiri, bukan ditentukan oleh unsur luar.
Davd Mc Clelland dalam Teori Motivasi Berprestasi, menunjukan ada bangsa yang memiliki kebiasaan yang berbeda, yang ditentukan oleh kebutuhannya, ada yang Need of Achievementnya tinggi, ada yang Need of Powernya tinggi, ada yang Need of Affiliationnya tinggi, yang dipengaruhi dari pendidikan seperti apa yang diajarkan oleh keluarga mereka.
Alex inkeles dalam Teori Manusia Modern mendefinisikan kondisi modern sebagai bentuk peradaban manusia baru dengan memberikan ciri pokok yang intinya adalah rasionalitas tinggi yaitu:
Sikap membuka diri pada hal baru
Tidak terikat terhadap ikatan institusi
Percaya pada ilmu pengetahuan
Menghargai ketepatan waktu
Melakukan segala sesuatu terencana,dll
dengan pengembangannya dilakukan di institusi sekolah atau industri, dan memperbanyak interaksi dengan manusia modern.
Dari keduanya ditemukan bahwa modernisasi sebagai proses homogenisasi budaya dunia, sebagai proses "eropanisasi atau amerikanisasi", dan masyarakat dunia ketiga hanya mencontoh dan melakukan Cultural Borrowing
Berikut beberapa perbandingan antara manusia modern dan manusia tradisional:
Masyarakat tradisional membedakan orang berdasarkan kriteria, masyarakat modern mengunakan kriteria yang sama pada tiap orang
Masyarakat tradisional mengandalkan status yang didapat dari keturunan, masyarakat modern mengandalkan status yang dicapai sendiri
Masyarakat tradisional menyertakan perasaan dalam pengambilan keputusan sehingga tidak objektif, masyarakat modern cenderung affective neutral sehingga lebih lugas
Masyarakat tradisional mencampur adukan semua urusan contohnya urusan pribadi dan bisnis, orang modern mengunakan prinsip spesifik yangmemberdakan tiap urusannya
Masyarakat tradisional lebih mementingkan kelompoknya daripada dirinya sendiri, orang modern mementingkan kepentingan diri sendiri baru kelompok
Proses modernisasi sebagai proses bertahap dan membutuhkan waktu panjang ditunjukan oleh W.W. Rostow dalam teorinya The Stages of Growth (1961). Pertumbuhan ekonomi menurut Rostow akan selalu mengikuti tahapan sebagai berikut:
Masyarakat tradisional
Prakondisi tinggal landas
Tahap tinggal landas
Kematangan pertumbuhan
Masyarakat konsumsi massa yang tinggi
Teori Rostow ini pada 1960-70 merupakan tolak ukur perkembangan suatu bangsa, Orde Baru dalam kepemimpinan Soeharto juga mengunakan teori ini "Rencana Akselerasi Pembangunan 25 Tahun"
Dampak dari aliran modernisme dapat terasa di negara dunia ketiga, karena telah bertahun-tahun terjadi, yang menciptakan implikasi kebijakan pembangunan di dunia sebagai berikut:
Nilai modern yang dijadikan nilai utama dalam peradaban yang diciptakan oleh manusia
Eropa dan As dijadikan pedoman dalam proses modernisasi dan pembangunan, mereka harus berkerja sama kepada blok kapitalis dan kolonialis dalam mewujudkan modernisme
Ideologi komunisme dan sosialisme dianggap berbahaya dikarenakan tidak sesuai dengan nilai modernisasi
Tradisi dunia ketiga dianggap menghambat pembangunan dan harus digantikan oleh nilai-nilai modernisasi yang lebh rasional, namun yang terjadi dilapangan hanyalah negara dunia ketiga hanya melakukan peniruan yang dangkal terhadap budaya barat, dan mereka jatuh pada disorentasi budaya
Negara dunia ketiga menagaikana potensi tradisi lokal yang positif
Dominasi barat dalam segala bidang menjadi bentuk penjajahan baru, terutama di bidang budaya dan ekonomi
Teori Modernisasi mendapat kritikan mendasar seperti:
Ahistoris, dikarenakan secara historis berbeda
Nilai modern juga dapat mengakibatkan dehumanisasi
PERSPEKTIF KONFLIK
Sifat pendekatan ini adalah anti-individualisitis dan mementingkan kebutuhan sistem, perspektif konflik bersifat lebih kritis, melihat masyarakat sebagai tempat berkumpulnya individu dan kelompok yang punya kepentingan dan kebutuhannya masing-masing.
Menurut Karl Marx, kebutuhan dasar adalah kebutuhan materi, sedangkan Max Weber mengemukakan ada 3 kebutuhan dasar, yaitu materi, kekuasaan, status dikarenakan ketiga kebutuhan tersebut adalah sumber yang amat terbatas maka sering terjadi perebutan antar individu, sehingga disetiap masyarakat konflik selalu melekat.
Kelompok yang berkonflik memiliki kekuatan yang berbeda, sehingga mereka yang memiliki kekuatan yang lebih besar dapat menentukan arah pembangunan dan berusaha mempertahankan, memantapkan, dan melestarikan posisinya dengan menciptakan sistem dominasi, perspektif ini memandang keteraturan sosial yang didukung oleh norma dan moral masyarakat sebetulnya adalah hasil paksaan dari yang berkuasa, dan mereka yang kalah akan selalu berusaha melepaskan diri dari dominasi tersebut.
Contoh bagaimana cara perspektif konflik melihat keadaan, contohnya di perpektif fungsional stratifikasi adalah hal yang normal dikarenakan memberikan penghargaan yang lebih tinggi sebagai reward system, sedangkan menurut konflik hal tersebut akan menciptakan ketidakadilan dan merupakan ekspolitasi bagi kelompok kuat terhadap yang lemah.
Dalam melihat keteraturan, dilihat sebagai selalu dalam proses "menjadi", sebab merupakan hasil dari konflik yang terus menerus antara kelompok berkuasa dengan kelompok lain, adanya konsensus tidak berarti kesepakatan yang sah, dikarenakan konsensus merupakan hasil dari unit-unit sosial menurut Dahrendorf (1959).
TEORI DEPENDENSIA
Perspektif konflik melahirkan teori dependensia, teori dependensia lahir sebagai kritik dan alternatif dari teori modernisasi. perspektif ini memiliki ciri pemikiran sebagai berikut:
Setiap individu memiliki kepentingannya masing-masing, bagi marx kepentingan tersebut merupakan kepentingan materi, bagi Weber kepentingan tersebut adalah kebutuhan materi, kekuasaan, dan status, oleh karena itu konflik tidak terhindarkan
Yang memenangkan persaingan akan memantapkan dan melestarikan posisinya dengan sistem dominasi. dan pihak yang kalah akan mencoba melepaskan diri dari sistem tersebut
Terbentuknya stratifikasi yang menjadi sumber ketidakadilan yang menciptakan eksploitasi bagi kelompok kuat terhadap yang lemah.
Hal inilah yang menyebabkan Teori Dependensia berpendapat bahwa negara dunia ketiga tidak dapat maju, dikarenakan terjadinya ketergantungan pada masyarakat dunia ketiga.
Masyarakat didunia ini terbagi menjadi dua yaitu masyarakat yang maju dan masyarakat yang belum maju, walaupun masyarakat yang belum maju ini tetap dapat bahagia dengan keadaan yang mereka miliki namun ketika mereka mendapatkan kontak dari negara maju, mereka dikalahkan kemudian di jajah, dan menyebabkan ketergantungan. keadaan inilah yang disebut sebagai underdevelopment dan indonesia adalah salah satu contoh yang terjebak dalam hal tersebut dapat dilihat dari penelitian Cliford Geertz (1968) terjadinya involusi pertanian. oleh karena itu perlu dibentuk program khusus untuk melepaskan mindset terjajah ini dengan development of underdevelopment
Gunder Frank menyebutkan negara maju dijadikan sebagai negara center dan mereka memiliki akses terhadap perdagangan, sedangkan negara terjajah menjadi negara satelit
Melalui kolonialisasi dan pemaksaan menjadikan negara center mendapatkan surplus ekonomi dari produksi masyarakat terjajah, dikarenakan negara terjajah tidak diperkenankan untuk berdagang langsung tetapi harus melalui negara center
Teori Depedensia sendiri masih rancu, dikarenakan ketika hubungan antar negara hanya menguntungkan satu pihak dan bagian lainnya hanya sebagai refleksi dari negara yang dominan.
Perkembangan aliran dependensia telah mengeser popularitas aliran modernisasi, namun tidak semua gejala dapat dijelaskan oleh teori dependensia, misalnya:
Negara dunia ketiga yang telah menjadi negara maju seperti Singapura, Taiwan, korea, yang memberikan contoh kemajuan yang mendekati negara maju
Konteks center dan satelit perlu ditinjau kembali dikarenakan model dari kolonialisme sudah berubah menjadi semi-peripheral
Circulasi dari ekonomi sudah tidak menjadi hal yang mutlak, dimana negara dunia ketiga dapat menjadi kunci dari perkembangan negara maju yang mendapat jatah industri peralatan yang lebih canggih atau berfungsi inovasi sedangkan negara dunia ketiga mendapatkan bagian menjadi manufaktur dari peralatan tersebut dengan standar yang ditetapkan negara maju
Adanya juga keberhasilan yang didapat memberikan derajat kebenaran tertentu terhadap hambatan dari kebudayaan masyarakat setempat.
Adapula kritik dari kelompok kultur centered adalah aliran depedensia terlalu melihat struktur namun tidak terlalu memperhatikan persoalan pentingnya faktor-faktor kultural. aliran ini harus mengembangkan ekonomi, demokrasi dan keadilan sosial, dengan nilai konfusianisme yang mempengaruhi hal ini yaitu berupa kerja keras, prestasi, pendidikan, keahlian, dan sikap hemat telah menjadi inspirasi dari teori ini dikarenakan memberikan pengaruh terhadap negara yang menganutnya.
karena jika kita melihat di amerika latin yang masyarakatnya adalah masyarakat yang secar politik memperjuangkan diri terbebas dari imperialisme, dan menyalahkan adanya kolonialisme, Rangel dan pendukungnya menyatakan bahwa yang sebenarnya menahan mereka untuk tidak maju adalah ada dikepala mereka sendiri (mindset).
Ada 10 nilai yang membedakan budaya progresif (yang dimiliki oleh konfusianisme) dan budaya statis (yang mencirikana budaya masyarakat amerika latin), yaitu:
Orientasi waktu
Orientasi kerja
Sikap hemat
Konsep pendidikan
Pentingnya keahlian
Peran komunitas
Kode etik
Konsep keadilan
Wewenang yang bersifat horizontal, bukan vertikal
Sekularisme
Perubahan budaya dapat terjadi melalui pendidikan dan komitmen aktif dari pemerintah.
PERSPEKTIF INTERPRETIVISME
Interpretivisme berasal dari pandangan pada tradisi yang dikembangkan oleh Weber, walaupun manusia digerakkan secara kekuatan sosial dan kultur, manusia adalah mahluk yang memiliki kemampuan untuk memberikan makna secara pribadi terhadap tindakan yang dilakukannya. Makna itu disebut Subjective Meaning. berdasarkan itu, weber mengolongkan tindakan sosial menjadi empat tipe, yaitu:
Rational Action, yakni tindakan yang dimaknai sebagai sesuatu yang menguntungkan.
Value-Based Rational Action, yakni tindakan yang dipilih secara sadar dan rasional, tetapi ditujukan untuk memenuhi nilai-nilai ideal (tidak sekedar untuk memperoleh keuntungan)
Traditional Action, yakni tindakan yang dilakukana semata-mata karena orang lain melakukannya tanpa menyadari maknanya
Affectual atau Emotional Value, yaitu tindakan yang dilakukan secara spontan karena suatu dorongan perasaan, tanpa memberikan makna pada tindakan tersebut
Jadi setiap individu memiliki makna tersendiri atas tindakan yang dilakukannya. walaupun banyak yang melakukan tindakan yang sama namun maksud atau maknanya berbeda-beda.
pemikiran weber didasarkan pada asumsi-asumsi berikut:
Realitas sosial adalah terbentuk dari interaksi antar individu dalam kehidupan sosial. dihasilkan dari proses sosial
Setiap individu mampu mendefinisikan situasi yang ada, menginterpretasikan dan menegosiasikan dengan lawan interaksinya.
Dalam interaksi sosial, individu saling bernegosiasi dengan mengunakan simbol, berupa bahasa, bahkan ekspresi wajah dapat menjadi sebuah simbol
Manusia memiliki kesadaran dan kemampuan self-reflextive, sehingga bisa berubah karena reaksi lawan interaksinya,
Interaksi manusia dalam masyarakat menyerupai suatu drama, tatkala setiap individu bermain peran dan menampilkan dirinya terus menerus demi menjaga kesan lawan interaksinya.
Seseorang yang gagal menjaga image yang baik bisa mendapat label tertentu dari masyarakat.
Cara pandang symbolic interactionism ini dapat digunakan untuk menganalisis perilaku manusia dengan melihat interaksi antar individu yang menghasilkan negosiasi terus menerus, hal ini dapat melengkapi pendekatan fungsional dan konflik yang bersifat makro-struktural.
TREN PEMIKIRAN BARU SOSIOLOGI
Dengan memperhatikan lebih dekat kepada pemikiran-pemikiran baru. setelah jatuhnya komunisme, teori Marx mulai ditinggalkan, kelompok post-modernis berkembang dengan teori-teori baru, terlepas dari grand teori ala marx. weber, dll. dengan teori yang lebh mikro, masyarakat post-modern yang pruralistik menentang adanya peramalan masa depan dengan teori. dunia semakin tidak terpola dikarenakan adanya keluwesan, otonomi, dan perbedaan dikarenakan perkembangan teknologi yang pesat dan media, yang menyebakan terciptanya simulacrum yaitu kondisi merespon imajinasi yang dibentuk dari media tersebut
Habermas yang tidak sependapat dengan marx, bahwa kapitalisme harus diganti menjadi komunisme dikarenakan keduanya memiliki pengaruhnya masing masing, baik yang positif maupun negatif, habermas menawarkan jalan yang lebih efektif untuk mengontrol perkembangan ekonomi di dunia dan jangan sampai dikontrol secara habis-habisan, yaitu dengan menghidupkan apa yang dinamakan public sphere, yaitu suatu pranata perangkat demokrasi yang dapat menjadi tempat menyatakan pendapat dan aspirasinya, dia melihat bahwa lembaga politik tidak lagi efektif dalam menjalankann tugasnya, dia melihat media menjadi tempat untuk dikuasai kapitalisme untuk konsumtivisme, walaupun ada manfaatnya juga demi demokrasi.
demokratisasi dalam kehidupan mengembangkan sikap yang lebih saling menhargai, komunikasi, dan toleransi antarmanusia. dengan kata lain kita membutuhkan suatu sosiologi baru.
BEBERAPA DILEMA SOSIOLOGI
Sebagai multiparadigm science, sosiologi menjadi semakin sulit dipelajari, bahkan tampak terpecah-pecah dan terpisah. dibawah ini akan ddijelaskan beberapa dilema tersebut:
Konsesus Vs Konflik
Aliran struktural fungsional berpandangan bahwa masyarakat merupakan satu sistem yang saling terikat satu sama lain, maka mereka akan terikat pada suatu konsensus, dengan tujuan adalah survival of the system, kalaupun terjadi perubahan maka akan ada evolusi untuk mencapai keseimbangan.
Aliran konflik sebaliknya berpandangan bahwa masyarakat memiliki kepentingannya masing-masing, dan berjuang untuk mendapatkan sumber-sumber yang jumlahnya terbatas, sehingga selalu ada konflik
Makro Vs Mikro
Kelompok Struktural makro adalah fungsionalisme dan marxisme lawannya adalah aliran mikro sosiologi, yaitu interpretivism yang berpusat pada social action atau aliran campuran atau kombinasi mikro makro contohnya weber dan giddens
Objektif vs Subjektif
dapat dikatakan bahwa aliran makro hampir mengunakan pendekatan objektif, yang lawannya adalah aliran mikro yang bersifat subjektif
Terbentuknya dunia modern : Kapitalisme vs Agama
Karl marx berpendapat baahwa dunia modern bersifat kapitalistitk, yang berupa transformasi ekonomi yang terus menerus merupakan bagian integral dari produk kapitalis, walaupun diakui bahwa kapitalisme merupakan kekuatan besar dalam membentuk dunia modern
weber mengatakan bahwa faktor agama juga menggerakan perkembangan kapitalisme, yaitu ketika berkembangnya rasionalitas manusia dikarenakan adanya perkembangan birokrasi yang menggerakkan organisasi raksasa
Modernism vs Post-modernism
perbedaan antar keduanya tidak amat mutlak karena posisinya post modernisme tetap mengunakan campuran atau beberapa teori dari modernisme.
Struktur vs tindakan individu
manusia merupakan aktor kreatif yang dapat mengkontrol kehidupan mereka sendiri, weber menekankan individu yang aktif dan kreatif dalam mempengaruhi masyakatnya, durkheim yanag menekankan pada kekuatan masyarakat yang membatasi bahkan membentuk perilaku individu.
Analisis Bebas Gender Vs Analisis Berbasis gender
dilema lainnya adalah apakah harus memasukan unsur gender ke dalam analisis atau tidak, pada masa lalu para sosiolog mengasumsikan bahwa laki-laki dan perempuan tidak berbeda dimasyarakat, pertanyaan dasar yang sulit untuk dijawab mengenai pengkategorian ini
Ilmu sosiologi dijuluki Multiple paradigms, apakah ini menunjukan kehebatannya sebagai ilmu? atau menunjukan bahwa ilmu ini tidak lengkap. menurut Fritjof Capra, ilmu alam selama ini tidak menyertakan pengalaman sedangkan ilmu sosial menantang ilmu alam untuk memformulasikan ilmu dari pengalaman, nila dan etika di masa depan.
Suatu ilmu yang sebenarnya tentang consciousness, haruslah ilmu yang sanggup berurusan dengan kualitas dan berlandaskan pada pengalaman yang dirasakan bersama daripada suatu pengukuran yang pasti
Demikian rumitnya sosiologi, tetapi ada banyak juga sosiologi yang berusaha untuk "menyelamatkan" sosiologi dari pertentangan bahkan perpecahan paradigmatik.
MENERAPKAN SOSIOLOGI
Du bois dan Dean Wright menginspirasi kita tentang bagaimana sosiolog seharusnya berperan dalam proses pembangunan. ia mengatakan "sociology should be about inventing".
Sosiologi terapan merupakan suatu paradigma tersendiri yang berbeda dengan sosiologi ilmiah tradisional. fokusnya pada tindakan sosial dan perubahan sosial. punya pertanyaan sendiri, perbincangan sendiri.
Sosiolog terapan mendapatkan inspirasi dari Marx yang menyerukan para filsuf hanya mengambarkan dunia, namun tidak dapat mengubahnya, pendek kata, sosiologi harus membuat masyarakat lebih baik.
Pemikiran Comte, pelopor sosiologi, pada dasarnya terdiri dari dua tingkatan:
Pertama, Sosiologi harus belajar dan mengikuti perkembangan ilmu-ilmu terdahulu,
Kedua, lebih pada religion of humanity yang berbasis cinta yang tercerminkan dalam bentuk kehidupan komunitas, menciptakan keteraturan sosial yang mengutamakan kepentingan sosial daripada kepentingan pribadi.
Comte mengharapkan keduanya terintegrasi. fase pertama: bersifat positivistik secara ilmiah menggantikan pemikiran mistis. fase kedua: cinta, rasa, dan moralitas yang diakuinya merupakan basis dari posisi secara keseluruhan.
Jadi, sosiologi harus berani mengakui bahwa sosiologi tidak menentukan kebenaran secar final melalui suatu proses ilmiah, Weber pun percaya bahwa kebenaran tidak pernah bisa diraih secara final, tetapi hanya bisa didekati.
Kerja sosiologi berawal dari apa yang disebut C.Wright Mills dengan sociological imagination, yaitu suatu kemampuan mencari penjelasan mengenai kaitan antara masalah yang dihadapi perorangan dengan gejala struktural atau kultural yang sedang terjadi dimasyarakatnya.
Comments